Rabu, 30 Juli 2008

AGENDA OTSUS PAPUA

AGENDA OTSUS PAPUA
SEBAGAI PERWUJUDAN KEMANDIRIAN BANGSA INDONESIA
DI BIDANG EKONOMI DAN KEBUDAYAAN

Satu agenda penting yang mesti kita pikirkan dewasa ini adalah kemandirian ekonomi dan kebudayaan yang dapat dijadikan basis bagi pembangunan dan kebangkitan bangsa Indonesia di masa depan.

Dalam era perdagangan bebas saat ini bangsa Indonesia yang memiliki jumlah penduduk ke-empat terbesar di dunia telah dijadikan arena pasar bagi produk barang dan jasa yang sangat menguntungkan bagi berbagai perusahaan di seluruh dunia. Melalui jaringan sistem pasar bebas di satu pihak, dan perlindungan hak-hak milik intelektual di lain pihak, telah menjerat bangsa Indonesia untuk terus menerus menjadi konsumen bahkan membuka peluang bagi kekuatan internasional yang dikendalikan oleh satu - dua negara asing untuk melakukan intervensi ke dalam kedaulatan hukum Indonesia.

Oleh karena itu, tidak ada jalan lain bagi bangsa Indonesia kecuali berpikir mengenai pentingnya agenda membangun kemandirian, baik dari segi ekonomi maupun kebudayaan. Kebangkitan kembali bangsa Indonesia haruslah bertumpu pada kemandirian basis-basis ekonomi dan kebudayaan di daerah-daerah dan bahkan di desa-desa.

Agenda Otonomi Khusus Papua yang sedang marak dilaksanakan saat ini haruslah dimanfaatkan dengan sungguh-sungguh sebagai upaya memulihkan dan menumbuhkan sistem demokrasi dan kemandirian ekonomi kampung di seluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat. Sudah saatnya bagi kaum cendikiawan Papua untuk mengarahkan idealisme yang bersifat horizontal, yaitu membiasakan diri melihat ke bawah, ke daerah, dan bahkan ke kampung-kampung tempat dari mana keluarga dan leluhur kita berasal.

Bantuan dana 100 juta yang diberikan oleh Pemda Provinsi Papua untuk membangun kampung memang belum memadai untuk mengembangkan kesejahteraan kampung secara menyeluruh namun diharapkan tetap dapat mendorong pertumbuhan perekonomian masyarakat di kampung-kampung. Di samping itu, hal yang paling penting adalah ditumbuhkannya inisiatif dan kemandirian dari bawah, dan kaum cendikiawan serta tokoh-tokoh pemuda harus berusaha memberikan pelatihan keterampilan keahlian serta fungsi-fungsi pendampingan terhadap masyarakat di kampung-kampung, terutama dalam membangun kemandirian ekonomi dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat kampung.

Hanya dengan cara di atas, kita dapat berharap bahwa kesejahteraan masyarakat Papua dan kemandirian bangsa Indonesia di masa depan dapat dibangkitkan dengan berbasis pada kemandirian ekonomi di daerah-daerah dan di desa-desa khususnya di Provinsi Papua dan Papua Barat dan umumnya di seluruh tanah air Indonesia.

Sabtu, 12 Juli 2008

KETENTUAN KAMPANYE PARPOL DI PROV. PAPUA

KETENTUAN KAMPANYE PARPOL PESERTA PEMILU TAHUN 2009
DI PROVINSI PAPUA

Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Papua, Benny Sweny, S.Sos menegaskan dalam berkampanye, Partai Politik (Parpol) tidak boleh melakukan :

1. Mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
2. Melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
3. Tidak boleh menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon atau peserta Pemilu yang lain.
4. Tidak boleh menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat, mengganggu ketertiban umum, mengancam atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta Pemilu yang lain.
5. Tidak boleh menggunakan fasilitas pemerintah, baik gedung, kendaraan dan lain-lain.
6. Parpol dilarang menjanjikan atau memberikan uang/materi lainnya kepada peserta kampanye.
7. Dalam kampanye rapat umum hendaknya jangan melibatkan anak-anak.

Apabila ketentuan di atas dilanggar, maka :

1. KPU Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota dapat menjatuhkan denda kepada pelaksana dan peserta kampanye.
2. Apabila melakukan tindakan pidana dapat diproses di pengadilan.
3. Apabila sudah berkekuatan hukum tetap maka calon anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota dan DPD akan dibatalkan dari calon tetap anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD Kab/Kota dan DPD ; termasuk apabila terpilih juga bisa dibatalkan.

Kamis, 03 Juli 2008

RUU PENETAPAN PERPPU NO 1 TAHUN 2008 MENJADI UU DAN PENJELASANNYA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
REPUBLIK INDONESIA


RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ...... TAHUN .......

TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001
TENTANGOTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
MENJADI UNDANG-UNDANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : dst

Mengingat : dst
Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA MENJADI UNDANG-UNDANG.
PENJELASAN
ATAS

RANCANGAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ...... TAHUN .......

TENTANG
PENETAPAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI
UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS
UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001
TENTANG
OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
MENJADI UNDANG-UNDANG
Pemberlakuan Otonomi Khusus sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat.
Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka sesuai dengan ketentuan Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden telah menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, untuk memberikan landasan hukum yang kuat dalam pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
Keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat yang kemudian berubah menjadi Provinsi Papua Barat yang wilayahnya pada saat ini meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kota Sorong dalam kenyataannya telah menjalankan urusan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat sejak tahun 2003, namun belum diberlakukan Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Berdasarkan dengan hal tersebut serta dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan dan efektivitas pemerintahan di Provinsi Papua Barat, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua perlu ditetapkan menjadi undang-undang.

PENJELASAN ATAS PERPPU NO 1 TAHUN 2008

PENJELASAN ATAS
PERATURAN PEMERINTAH
PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 1 TAHUN 2008

TENTANG

PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2001
TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang kemudian menjadi Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia, namun di Provinsi Papua Barat belum diberlakukan Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Keberadaan Provinsi Irian Jaya Barat yang kemudian berubah menjadi Provinsi Papua Barat dalam kenyataannya telah menjalankan urusan pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan kepada masyarakat sejak tahun 2003, namun belum diberlakukan Otonomi Khusus berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.
Pemberlakuan Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua Barat memerlukan kepastian hukum yang sifatnya mendesak dan segera agar tidak menimbulkan hambatan percepatan pembangunan khususnya bidang sosial, ekonomi, dan politik serta infrastruktur di Provinsi Papua Barat.
Wilayah Provinsi Papua pada saat ini meliputi Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nabire, Kabupaten Yapen Waropen, Kota Jayapura, Kabupaten Waropen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Boven Digul, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Keerom, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Sarmi, Kabupaten MemberamoRaya, Kabupaten Memberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Puncak, dan Kabupaten Dogiyai.
Wilayah Provinsi Papua Barat pada saat ini meliputi Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Fak-fak, Kabupaten Kaimana, Kabupaten Sorong, Kabupaten Raja Ampat, Kabupaten Sorong Selatan, dan Kota Sorong.
Sehubungan dengan hal tersebut serta dalam rangka optimalisasi penyelenggaraan dan efektivitas pemerintahan di Provinsi Papua Barat, maka Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua perlu diberlakukan juga bagi Provinsi Papua Barat, sebagai dasar hukum pelaksanaan Otonomi Khusus di Provinsi Papua Barat.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka sesuai dengan kewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Presiden berpendapat bahwa syarat hal ihwal kegentingan yang memaksa telah terpenuhi untuk menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua.