Kami sudah lama merindukan bapak, banyak cerita dari orang-orang tentang Kemerdekaan, banyak organisasi berlomba-lomba memakai kata ini untuk kepentingan tertentu bahkan banyak yang menjadi korban akibat meyakini kata-kata bapak yang dulu pernah disuarakan.
Kami yang generasi muda menjadi bingung, apa sebetulnya yang ingin bapak perjuangkan, karena saat ini Papua sudah berubah. Bapak Gubernur Suebu berjuang dari dalam untuk memajukan daerahnya demi rakyat Papua.
Setelah kunjungan bapak beberapa hari di papua, ada beberapa hal yang kami pahami:
1. Kami tidak memungkiri kalo bapak generasi pertama yang menyuarakan kemerdekaan. Bapak berusaha merubah kesejahteraan rakyat Papua pada masa itu agar pendidikan baik, kesehatan baik dan lain sebagainya.
2. Bapak harus bertanggung jawab atas apa yang pernah bapak suarakan, saat ini Bapak Suebu sudah melanjutkan apa yang menjadi cita-cita bapak dalam payung Otsus, namun banyak pihak yang masih berpikiran salah tentang arti kemerdekaan yang bapak maksud dan hal ini menjadi penghambat pelaksanaan kinerja Bapak Suebo. (Cendrawasih Pos, Selasa 24 Maret 2009)
3. Banyak orang yang terbuai mimpi janji-janji pihak-pihak yang sebetulnya memiliki niat yang tidak baik. Mereka salah berpikir lepas dari pemerintah otomatis hidup menjdi enak, justru sebaliknya. Kita menjadi terombang ambing kepentingan-kepentingan pihak luar yang berkedok ingin membantu yang sebenarnya ingin menguasai apa yang dimiliki rakyat Papua. Kita kerjakan yang sudah pasti saja, kita dukung Bapak Soebu untuk memerdekakan papua melalui Otsus.
4. Sutu yang salah bila didalam negara ada negara. Seprti membangun rumah didalam rumah. Banyak orang menjadi tidak nyaman, tidak tenang dan tidak yakin dengan masa depan. Jalan sudah dirintis dan dibangun oleh bapak Suebu, kita generasi muda tinggal melaluinya dengan semangat dan santiasa mengembangkan kemampuan.
5. Mudah-mudahan kedatangan bapak bukan suatu rekayasa yang akan menambah penderitaan pada kami yang ingin mempunyai harapan untuk maju dan memanjukan Papua.
Terimakasih Bapak Presiden dan pemerintah Indonesia, yang membantu dan membiayai Bapa NICHOLAS JOUWE untuk bisa hadir dan menyadarkan kami tentang arti Kemerdekaan yang sesungguhnya.
Jumat, 03 April 2009
Minggu, 04 Januari 2009
SAMBUT TAHUN 2009 UNTUK PAPUA
TAHUN 2009 ;
MENUJU PAPUA BARU YANG DAMAI, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT
PERGANTIAN TAHUN MENUJU TAHUN 2009 PERLU DILAKUKAN SUATU INTROSPEKSI DAN PROSPEKSI TENTANG BERBAGAI KEJADIAN PADA MASA LALU SERTA RENCANA YANG AKAN DILAKUKAN DI MASA MENDATANG.
SECARA OBJEKTIF, TERDAPAT BEBERAPA KELEMAHAN YANG TERJADI DI TAHUN 2008 DAN PERLU SEGERA DIBENAHI PADA TAHUN 2009 SEHINGGA CITA-CITA PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK MEWUJUDKAN WILAYAH PAPUA YANG DAMAI, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT DAPAT SEGERA TERWUJUD. PEMBENAHAN DAN PEMBAHARUAN YANG PERLU DILAKUKAN ADALAH :
1. TERUS PERKUAT KOMITMEN BERSAMA UNTUK MELAKSANAKAN PROGRAM OTSUS SECARA KOMPREHENSIF, SIMULTAN DAN BERKELANJUTAN.
2. PEMDA PROVINSI PAPUA HARUS MAMPU MENGELOLA ANGGARAN PEMBANGUNAN YANG BERJUMLAH Rp 5.322.084.858.000,- (LIMA TRILYUN LEBIH) UNTUK MENSUKSESKAN PROGRAM PENDIDIKAN, KESEHATAN, PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN MAUPUN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEWILAHAN YANG DAPAT MENDUKUNG PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT.
3. WUJUDKAN WILAYAH PAPUA SEBAGAI ZONA DAMAI SEHINGGA PROSES PEMBANGUNAN DAPAT BERLANGSUNG DENGAN LANCAR.
4. HILANGKAN BUDAYA KORUPSI DAN KOLUSI DALAM SISTEM PENGELOLAAN PEMERINTAHAN MAUPUN PEREKONOMIAN DI PAPUA.
5. TINGKATKAN BUDAYA TERTIB HUKUM DAN KEDISIPLINAN DALAM KEHIDUPAN KEMASYARAKATAN GUNA MENJAMIN KETERTIBAN MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN DEMOKRASI YANG DEWASA DAN BERMARTABAT.
6. WUJUDKAN LEMBAGA ADAT YANG MENJADI MITRA PEMERINTAH DALAM MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI PADA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT.
7. TUMBUHKEMBANGKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN MEMILIKI SEMBOYAN “BHINEKA TUNGGAL IKA” (WALAUPUN BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU).
SEDANGKAN HAL YANG PERLU DIHINDARI OLEH SEGENAP KOMPONEN MASYARAKAT PAPUA ADALAH :
1. KURANG ADANYA TOLERANSI TERHADAP PERBEDAAN PEMIKIRAN, PENDAPAT, TINGKAH LAKU ATAU KEBIASAAN ANTAR KELOMPOK, SUKU, DAERAH MAUPUN AGAMA,
2. PERASAAN MALAS UNTUK BEKERJA DAN MENGATASI KESULITAN KEHIDUPAN SEHINGGA KUALITAS KEHIDUPAN DIRI DAN KELUARGA TIDAK BERKEMBANG
3. PERASAAN TERGANTUNG KEPADA ORANG LAIN ATAU PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEKURANGAN DIRI
4. MUDAH TERPENGARUH OLEH PROVOKASI DAN ISU-ISU YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN MELANGGAR HUKUM YANG BERLAKU SEHINGGA DAPAT MENGANGGU KEHARMONISAN DAN KETENTRAMAN KEHIDUPAN MASYARAKAT.
BERPIKIR TERBUKA DAN POSITIF, BERTINDAK KONSTRUKTIF, DISIPLIN, PATUH TERHADAP ATURAN DAN HUKUM, PANDAI MENCARI DAN MEMANFAATKAN PELUANG, PEKERJA KERAS DAN CERDAS SERTA MAMPU BERGAUL DENGAN MASYARAKAT ADALAH MODAL UTAMA KEHIDUPAN YANG SUKSES DI MASA DEPAN.
MENUJU PAPUA BARU YANG DAMAI, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT
PERGANTIAN TAHUN MENUJU TAHUN 2009 PERLU DILAKUKAN SUATU INTROSPEKSI DAN PROSPEKSI TENTANG BERBAGAI KEJADIAN PADA MASA LALU SERTA RENCANA YANG AKAN DILAKUKAN DI MASA MENDATANG.
SECARA OBJEKTIF, TERDAPAT BEBERAPA KELEMAHAN YANG TERJADI DI TAHUN 2008 DAN PERLU SEGERA DIBENAHI PADA TAHUN 2009 SEHINGGA CITA-CITA PEMBANGUNAN DAERAH UNTUK MEWUJUDKAN WILAYAH PAPUA YANG DAMAI, SEJAHTERA DAN BERMARTABAT DAPAT SEGERA TERWUJUD. PEMBENAHAN DAN PEMBAHARUAN YANG PERLU DILAKUKAN ADALAH :
1. TERUS PERKUAT KOMITMEN BERSAMA UNTUK MELAKSANAKAN PROGRAM OTSUS SECARA KOMPREHENSIF, SIMULTAN DAN BERKELANJUTAN.
2. PEMDA PROVINSI PAPUA HARUS MAMPU MENGELOLA ANGGARAN PEMBANGUNAN YANG BERJUMLAH Rp 5.322.084.858.000,- (LIMA TRILYUN LEBIH) UNTUK MENSUKSESKAN PROGRAM PENDIDIKAN, KESEHATAN, PENGEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN MAUPUN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KEWILAHAN YANG DAPAT MENDUKUNG PERCEPATAN PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT.
3. WUJUDKAN WILAYAH PAPUA SEBAGAI ZONA DAMAI SEHINGGA PROSES PEMBANGUNAN DAPAT BERLANGSUNG DENGAN LANCAR.
4. HILANGKAN BUDAYA KORUPSI DAN KOLUSI DALAM SISTEM PENGELOLAAN PEMERINTAHAN MAUPUN PEREKONOMIAN DI PAPUA.
5. TINGKATKAN BUDAYA TERTIB HUKUM DAN KEDISIPLINAN DALAM KEHIDUPAN KEMASYARAKATAN GUNA MENJAMIN KETERTIBAN MASYARAKAT DAN PELAKSANAAN DEMOKRASI YANG DEWASA DAN BERMARTABAT.
6. WUJUDKAN LEMBAGA ADAT YANG MENJADI MITRA PEMERINTAH DALAM MELAKSANAKAN PEMBANGUNAN YANG BERORIENTASI PADA KESEJAHTERAAN MASYARAKAT ADAT.
7. TUMBUHKEMBANGKAN JATI DIRI BANGSA INDONESIA YANG BERDASARKAN PANCASILA DAN MEMILIKI SEMBOYAN “BHINEKA TUNGGAL IKA” (WALAUPUN BERBEDA-BEDA TETAPI TETAP SATU).
SEDANGKAN HAL YANG PERLU DIHINDARI OLEH SEGENAP KOMPONEN MASYARAKAT PAPUA ADALAH :
1. KURANG ADANYA TOLERANSI TERHADAP PERBEDAAN PEMIKIRAN, PENDAPAT, TINGKAH LAKU ATAU KEBIASAAN ANTAR KELOMPOK, SUKU, DAERAH MAUPUN AGAMA,
2. PERASAAN MALAS UNTUK BEKERJA DAN MENGATASI KESULITAN KEHIDUPAN SEHINGGA KUALITAS KEHIDUPAN DIRI DAN KELUARGA TIDAK BERKEMBANG
3. PERASAAN TERGANTUNG KEPADA ORANG LAIN ATAU PEMERINTAH DALAM MENGATASI KEKURANGAN DIRI
4. MUDAH TERPENGARUH OLEH PROVOKASI DAN ISU-ISU YANG TIDAK BERTANGGUNG JAWAB DAN MELANGGAR HUKUM YANG BERLAKU SEHINGGA DAPAT MENGANGGU KEHARMONISAN DAN KETENTRAMAN KEHIDUPAN MASYARAKAT.
BERPIKIR TERBUKA DAN POSITIF, BERTINDAK KONSTRUKTIF, DISIPLIN, PATUH TERHADAP ATURAN DAN HUKUM, PANDAI MENCARI DAN MEMANFAATKAN PELUANG, PEKERJA KERAS DAN CERDAS SERTA MAMPU BERGAUL DENGAN MASYARAKAT ADALAH MODAL UTAMA KEHIDUPAN YANG SUKSES DI MASA DEPAN.
Rabu, 17 Desember 2008
KEMBALINYA PENCARI SUAKA POLITIK KE TANAH PAPUA INDONESIA
FENOMENA MARAKNYA PENCARI SUAKA KE LUAR NEGERI ASAL PAPUA
YANG KEMBALI KE TANAH AIR INDONESIA
Berdasarkan catatan yang kami ikuti dari perkembangan di media massa diketahui bahwa antara bulan November sampai Desember 2008 tercatat 6 orang pencari suaka asal Papua dari negara Australia, PNG dan Vanuatu yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi, tanah air Indonesia. Sebagian besar alasan utama yang dikemukakan tentang kembalinya mereka ke tanah air adalah karena merasa tertipu dengan janji-janji pimpinan kelompok pencari suaka yang memberikan harapan bahwa mereka akan memperoleh kehidupan yang lebih baik di luar negeri, karena negara tujuan pencari suaka politik tersebut akan mendukung sepenuhnya perjuangan mereka dalam mencapai Papua Merdeka. Akan tetapi janji dari para pimpinan kelompok pencari suaka tersebut ternyata hanya janji kosong dan sama sekali tidak terbukti dalam kenyataan. Kondisi yang mereka peroleh di Negara tujuan pencari suaka politik (seperti Australia, PNG maupun Vanuatu) adalah kehidupan yang serba sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dilecehkan oleh penduduk dan pemerintah Negara tujuan suaka politik dan terbukti bahwa Pemerintah Negara tujuan suaka politik tersebut mendukung sepenuhnya integritas wilayah Papua dalam bingkai NKRI, karena secara hukum internasional dengan jelas dan sah menyebutukan bahwa wilayah Papua adalah bagian dari Negara Indonesia.
Kondisi lain yang semakin mendorong para pencari suaka politik asal Papua untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia adalah :
1. Adanya keberhasilan proses percepatan pembangunan melalui program Otsus Papua, ditandai dengan perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat asli Papua serta pengembangan wilayah yang semakin cepat dengan dibukanya akses informasi dan transportasi di seluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat.
2. Keterbukaan dari Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri untuk menerima kembali dengan perasaan gembira para pencari suaka politik asal Papua yang telah menunjukkan itikad baik untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia, serta menjamin keselamatan dan biaya perjalanan kembali sampai ke Provinsi Papua maupun Papua Barat.
3. Adanya niat baik dari Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengembangkan kehidupan yang demokratis, konsisten terhadap hukum dan perlindungan HAM, penghormatan terhadap budaya lokal Papua sebagai bagian dari budaya nasional Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua.
4. Tidak jelasnya status para pencari suaka asal Papua di Negara tujuan (Australia, PNG dan Vanuatu) karena pemerintah negara tujuan hanya sebatas menampung para pencari suaka tersebut namun tidak mengangkat mereka menjadi warga negara resmi. Oleh karena itu, para pencari suaka tersebut tidak mendapat jaminan sosial dan kehidupan mereka menjadi terlantar.
5. Adanya kekangan dan perasaan tertekan oleh intimidasi pimpinan kelompok pencari suaka dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga para pencari suaka tersebut merasa tidak bebas dalam menyampaikan pendapat maupun beraktivitas sehari-hari. Ini adalah bukti pelanggaran HAM oleh pimpinan kelompok pencari suaka terhadap para anggotanya.
6. Adanya perasaan frustasi karena tidak tercapainya cita-cita pribadi (seperti ingin memperoleh kehidupan yang layak atau menamatkan pendidikan) serta tidak seimbangnya antara perjuangan yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh.
7. Adanya perasaan rindu terhadap kampung halaman dan sanak keluarga yang berada di tanah air Indonesia.
Selain itu, dalam waktu dekat akan ada proses repatriasi Warga Negara Indonesia yang meminta suaka politik ke PNG untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia dalam jumlah yang besar. Proses repatriasi ini sedang difasilitasi dan diurus oleh Pemerintah RI dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Alasan utama kembalinya WNI yang meminta suaka politik ke PNG tersebut adalah karena melihat kondisi di wilayah Papua sudah maju dan kesejahteraan masyarakatnya sudah lebih baik, serta janji Papua Merdeka hanya omong kosong yang tidak akan pernah terwujud.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah :
1. Jangan pernah percaya dengan janji-janji Tokoh atau Kelompok yang menyuarakan ide Papua Merdeka, karena itu semua hanya bohong untuk mencari popularitas atau keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan masyarakat Papua. Status politik Papua sudah sah sebagai bagian dari NKRI dan diakui oleh hukum internasional maupun negara-negara di seluruh dunia.
2. Tetap fokus pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup pribadi maupun keluarga untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
3. Kembangkan pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang baik selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, saling menghormati dan menghargai serta selalu memelihara kedamaian hidup di masyarakat.
Demikan, semoga bermanfaat dan Tuhan Memberkati.
YANG KEMBALI KE TANAH AIR INDONESIA
Berdasarkan catatan yang kami ikuti dari perkembangan di media massa diketahui bahwa antara bulan November sampai Desember 2008 tercatat 6 orang pencari suaka asal Papua dari negara Australia, PNG dan Vanuatu yang kembali ke pangkuan ibu pertiwi, tanah air Indonesia. Sebagian besar alasan utama yang dikemukakan tentang kembalinya mereka ke tanah air adalah karena merasa tertipu dengan janji-janji pimpinan kelompok pencari suaka yang memberikan harapan bahwa mereka akan memperoleh kehidupan yang lebih baik di luar negeri, karena negara tujuan pencari suaka politik tersebut akan mendukung sepenuhnya perjuangan mereka dalam mencapai Papua Merdeka. Akan tetapi janji dari para pimpinan kelompok pencari suaka tersebut ternyata hanya janji kosong dan sama sekali tidak terbukti dalam kenyataan. Kondisi yang mereka peroleh di Negara tujuan pencari suaka politik (seperti Australia, PNG maupun Vanuatu) adalah kehidupan yang serba sulit dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, dilecehkan oleh penduduk dan pemerintah Negara tujuan suaka politik dan terbukti bahwa Pemerintah Negara tujuan suaka politik tersebut mendukung sepenuhnya integritas wilayah Papua dalam bingkai NKRI, karena secara hukum internasional dengan jelas dan sah menyebutukan bahwa wilayah Papua adalah bagian dari Negara Indonesia.
Kondisi lain yang semakin mendorong para pencari suaka politik asal Papua untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia adalah :
1. Adanya keberhasilan proses percepatan pembangunan melalui program Otsus Papua, ditandai dengan perhatian yang besar dari pemerintah terhadap kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masyarakat asli Papua serta pengembangan wilayah yang semakin cepat dengan dibukanya akses informasi dan transportasi di seluruh wilayah Provinsi Papua dan Papua Barat.
2. Keterbukaan dari Pemerintah Indonesia melalui perwakilannya di luar negeri untuk menerima kembali dengan perasaan gembira para pencari suaka politik asal Papua yang telah menunjukkan itikad baik untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia, serta menjamin keselamatan dan biaya perjalanan kembali sampai ke Provinsi Papua maupun Papua Barat.
3. Adanya niat baik dari Pemerintah Pusat dan Daerah untuk mengembangkan kehidupan yang demokratis, konsisten terhadap hukum dan perlindungan HAM, penghormatan terhadap budaya lokal Papua sebagai bagian dari budaya nasional Indonesia serta peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah Papua.
4. Tidak jelasnya status para pencari suaka asal Papua di Negara tujuan (Australia, PNG dan Vanuatu) karena pemerintah negara tujuan hanya sebatas menampung para pencari suaka tersebut namun tidak mengangkat mereka menjadi warga negara resmi. Oleh karena itu, para pencari suaka tersebut tidak mendapat jaminan sosial dan kehidupan mereka menjadi terlantar.
5. Adanya kekangan dan perasaan tertekan oleh intimidasi pimpinan kelompok pencari suaka dalam melakukan aktivitas sehari-hari, sehingga para pencari suaka tersebut merasa tidak bebas dalam menyampaikan pendapat maupun beraktivitas sehari-hari. Ini adalah bukti pelanggaran HAM oleh pimpinan kelompok pencari suaka terhadap para anggotanya.
6. Adanya perasaan frustasi karena tidak tercapainya cita-cita pribadi (seperti ingin memperoleh kehidupan yang layak atau menamatkan pendidikan) serta tidak seimbangnya antara perjuangan yang dilakukan dengan hasil yang diperoleh.
7. Adanya perasaan rindu terhadap kampung halaman dan sanak keluarga yang berada di tanah air Indonesia.
Selain itu, dalam waktu dekat akan ada proses repatriasi Warga Negara Indonesia yang meminta suaka politik ke PNG untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi Indonesia dalam jumlah yang besar. Proses repatriasi ini sedang difasilitasi dan diurus oleh Pemerintah RI dan Pemerintah Daerah Provinsi Papua. Alasan utama kembalinya WNI yang meminta suaka politik ke PNG tersebut adalah karena melihat kondisi di wilayah Papua sudah maju dan kesejahteraan masyarakatnya sudah lebih baik, serta janji Papua Merdeka hanya omong kosong yang tidak akan pernah terwujud.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seluruh masyarakat di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah :
1. Jangan pernah percaya dengan janji-janji Tokoh atau Kelompok yang menyuarakan ide Papua Merdeka, karena itu semua hanya bohong untuk mencari popularitas atau keuntungan pribadi dengan mengorbankan kepentingan masyarakat Papua. Status politik Papua sudah sah sebagai bagian dari NKRI dan diakui oleh hukum internasional maupun negara-negara di seluruh dunia.
2. Tetap fokus pada upaya untuk meningkatkan kesejahteraan hidup pribadi maupun keluarga untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.
3. Kembangkan pola hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang baik selaras dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, saling menghormati dan menghargai serta selalu memelihara kedamaian hidup di masyarakat.
Demikan, semoga bermanfaat dan Tuhan Memberkati.
Sabtu, 06 Desember 2008
BARISAN MERAH PUTIH DAN KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI
TANGGAPAN BARISAN MERAH PUTIH
BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI
TERHADAP
DEKLARASI POLITIK BANGSA PAPUA BARAT
YANG DITANDATANGANI OLEH TOM BEANAL YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BESAR BANGSA PAPUA BARAT DAN FORKORUS YABOISEMBUT, S.Pd YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BESAR MASYARAKAT ADAT PAPUA BARAT DAN
DIBACAKAN OLEH SAUDARA THAHA AL HAMID
SEKRETARIS JENDERAL PRESIDIUM DEWAN PAPUA
PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2008
DI LAPANGAN MAKAM THEYS SENTANI JAYAPURA.
1. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI DI TANAH PAPUA MENYATAKAN BAHWA INDONESIA ADALAH NEGARA YANG MEMILIKI KERAGAMAN SUKU, AGAMA, RAS BAIK RAS MELAYU, RAS CINA DAN RAS MELANESIA. PERNYATAAN BAHWA RAS MELANESIA YANG ADA DI PAPUA ADALAH BUKAN BANGSA INDONESIA MERUPAKAN PERNYATAAN PROVOKATIF YANG MENGARAH KEPADA MASALAH SARA DAN TIDAK BERDASAR. SEPERTI KITA KETAHUI RAS MELANESIA ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BANGSA INDONESIA KARENA BUKAN HANYA MASYARAKAT PAPUA SAJA YANG MEMILIKI RAS MELANESIA TETAPI DI BELAHAN INDONESIA LAINNYA SEPERTI NUSA TENGGARA TIMUR DAN PULAU MALUKU JUGA ADALAH RAS MELANESIA YANG TELAH HIDUP RUKUN DAMAI SECARA BERDAMPINGAN DENGAN SAUDARA-SAUDARANYA SEBANGSA DAN SETANAH AIR INDONESIA YANG BERIDEOLOGIKAN PANCASILA DENGAN SEMBOYAN BHINEKA TUNGGAL IKA (WALAUPUN BERBEDA-BEDA TAPI TETAP SATU).
2. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PELAKSANAAN PEPERA 1969 CACAT HUKUM DAN MORAL SERTA TIDAK SAH DAN MEMINTA PBB UNTUK MENGAKUI KEMERDEKAAN PAPUA BARAT PADA 1 DESEMBER 1961, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI DI TANAH PAPUA MENYATAKAN BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT TIDAK BERDASAR KARENA SAYA SELAKU KETUA UMUM BARISAN MERAH PUTIH DI TANAH PAPUA YANG JUGA MERUPAKAN PELAKU SEJARAH PEPERA 1969 MENGETAHUI SECARA PERSIS BAGAIMANA PELAKSANAAN PEPERA 1969 DIMANA RAKYAT PAPUA SAAT ITU MEMUTUSKAN UNTUK BERGABUNG DENGAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN TELAH DISETUJUI DAN DITETAPKAN OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MELALUI RESOLUSI PBB NO. 2504 TANGGAL 19 NOVEMBER 1969, YANG BERARTI BAHWA PAPUA ADALAH MUTLAK BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI. PERNYATAAN DEKLARASI POLITIK YANG MENYATAKAN PEPERA TIDAK SAH/CACAT HUKUM ADALAH PEMBOHONGAN PUBLIK UNTUK KEPENTINGAN KELOMPOK-KELOMPOK TERTENTU YANG INGIN AGAR PEMBANGUNAN DI PAPUA MELALUI OTONOMI KHUSUS TIDAK BERJALAN LANCAR.
3. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PAPUA BARAT MERUPAKAN TANAH DARURAT, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT MERUPAKAN PEMBOHONGAN PUBLIK DAN CENDERUNG TENDENSIUS, KARENA SAMPAI SAAT INI STATUS TANAH PAPUA MERUPAKAN TERTIB SIPIL DAN SITUASI WILAYAH DI PAPUA SEBAGAI TANAH DAMAI TETAP KONDUSIF DAN MERUPAKAN TANAH YANG DIBERKATI. SAAT INI JUSTRU KITA BUTUHKAN ADALAH PEMBANGUNAN DI SEGALA BIDANG UNTUK MENGEJAR KETERTINGGALAN PAPUA DARI SAUDARA-SAUDARANYA YANG ADA DI BAGIAN INDONESIA LAINNYA MELALUI OTONOMI KHUSUS DALAM BINGKAI NKRI.
4. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PT. FREEPORT DAN EKSPLORASI BRITISH PETROLEUM HARUS DITUTUP KARENA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM DAN GENOSIDA DI TANAH PAPUA, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA SAUDARA TOM BEANAL YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BANGSA PAPUA BARAT ADALAH SALAH SATU KOMISARIS PT. FREEPORT YANG DIGAJI SEKITAR RP. 50 JUTA/BULAN DAN TELAH MENIKMATI FASILITAS YANG DIBERIKAN OLEH PT. FREEPORT, SEMENTARA RAKYAT 7 SUKU DI SEKITAR AREA PT. FREEPORT MENERIMA 1 % DARI PENDAPATAN PT. FREEPORT ; JADI SANGATLAH ANEH APABILA TOM BEANAL SENDIRI INGIN MENUTUP PT. FREEPORT SEMENTARA YANG BERSANGKUTAN MENIKMATI FASILITASNYA, BERARTI TOM BEANAL MELAKUKAN PEMBOHONGAN TERHADAP DIRI SENDIRI SEOLAH-OLAH YANG BERSANGKUTAN PEDULI TERHADAP MASYARAKAT PAPUA PADAHAL YANG BERSANGKUTAN TURUT MENIKMATI KEHADIRAN PT. FREEPORT TERSEBUT.
5. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PEMERINTAH NEGARA VANUATU, NEGARA DI KEPULAUAN PASIFIK, ANGGOTA PARLEMEN AUSTRALIA DAN NEW ZEALAND, ANGGOTA PARLEMEN DAN PEMERINTAH INGGRIS, ANGGOTA PARLEMEN DI NEGARA-NEGARA UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT TELAH MENDUKUNG UNTUK PENENTUAN NASIB SENDIRI BAGI PAPUA BARAT, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT MERUPAKAN PERNYATAAN YANG TIDAK BERDASAR DAN MENYESATKAN MASYARAKAT DI TANAH PAPUA, KARENA SAMPAI SAAT INI PEMERINTAH INGGRIS, AUSTRALIA, VANUATU, NEGARA-NEGARA KEPULAUAN PASIFIK, NEW ZEALAND, NEGARA-NEGARA UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT TIDAK PERNAH MENGELUARKAN SURAT DUKUNGAN SECARA RESMI KEPADA OPM (ORGANISASI PAPUA MERDEKA) DAN SAMPAI SAAT INI NEGARA-NEGARA TERSEBUT DI ATAS MASIH MENDUKUNG SEPENUHNYA KEBERADAAN PAPUA SEBAGAI BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI.
6. TERHADAP PERNYATAAN AGAR ANAK BANGSA PAPUA BARAT TIDAK TERPROVOKASI TERHADAP TRIK YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH INDONESIA MELALUI KAKI TANGANNYA SIPIL DAN MILITER BAIK ORANG ASLI PAPUA MAUPUN NON PAPUA, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA JUSTRU YANG SELAMA INI MEMPROVOKASI MASYARAKAT AGAR TIMBUL TINDAKAN ANARKHIS, RASA TIDAK AMAN DAN INSTABILITAS DI TANAH PAPUA ADALAH KELOMPOK YANG MENAMAKAN DIRINYA PRESIDIUM DEWAN PAPUA (PDP) MELALUI DEWAN ADAT PAPUA (DAP) DAN KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) SERTA ORGANISASI OTORITAS NASIONAL PAPUA BARAT (ONPB). UNTUK ITU KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MEMINTA ORGANISASI-ORGANISASI YANG SELALU MENDISKREDITKAN NKRI DI TANAH PAPUA AGAR MENGHENTIKAN SELURUH BENTUK PROVOKASI, PERGERAKAN, UNJUK RASA, PENYESATAN INFORMASI DAN PEMBOHONGAN PUBLIK BAIK MELALUI STATEMEN PERORANGAN MAUPUN KELOMPOK YANG MENGAKIBATKAN TIMBULNYA KETAKUTAN DI MASYARAKAT DAN INSTABILITAS KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI SELURUH TANAH PAPUA.
7. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MEMINTA KEPADA TNI DAN POLRI UNTUK MENINDAK SECARA TEGAS KEPADA TOKOH PERORANGAN MAUPUN KELOMPOK YANG SELAMA INI MENGELUARKAN STATEMEN ANTI REPUBLIK INDONESIA DAN TELAH MENYAMPAIKAN SUATU PERNYATAAN POLITIK DI DEPAN UMUM UNTUK MEMISAHKAN DIRI DARI NKRI AGAR DIPROSES SECARA HUKUM YANG BERLAKU DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENURUT KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI PERBUATAN YANG DILAKUKAN DI LAPANGAN MAKAM THEYS PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2008 MERUPAKAN TINDAKAN YANG MENGARAH PADA PERBUATAN MAKAR.
8. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI TETAP BERTEKAD MEMPERTAHANKAN PAPUA SEBAGAI BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN.
JAYAPURA, DESEMBER 2008
BARISAN MERAH PUTIH PAPUA
KETUA “TERTANDA” (BAPAK RAMSES OHEE)
SEKRETARIS “TERTANDA” (YONAS A. NUSSY)
(DISADUR DARI HARIAN CENDERAWASIH POS, 6 DESEMBER 2008)
BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI
TERHADAP
DEKLARASI POLITIK BANGSA PAPUA BARAT
YANG DITANDATANGANI OLEH TOM BEANAL YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BESAR BANGSA PAPUA BARAT DAN FORKORUS YABOISEMBUT, S.Pd YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BESAR MASYARAKAT ADAT PAPUA BARAT DAN
DIBACAKAN OLEH SAUDARA THAHA AL HAMID
SEKRETARIS JENDERAL PRESIDIUM DEWAN PAPUA
PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2008
DI LAPANGAN MAKAM THEYS SENTANI JAYAPURA.
1. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI DI TANAH PAPUA MENYATAKAN BAHWA INDONESIA ADALAH NEGARA YANG MEMILIKI KERAGAMAN SUKU, AGAMA, RAS BAIK RAS MELAYU, RAS CINA DAN RAS MELANESIA. PERNYATAAN BAHWA RAS MELANESIA YANG ADA DI PAPUA ADALAH BUKAN BANGSA INDONESIA MERUPAKAN PERNYATAAN PROVOKATIF YANG MENGARAH KEPADA MASALAH SARA DAN TIDAK BERDASAR. SEPERTI KITA KETAHUI RAS MELANESIA ADALAH BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI BANGSA INDONESIA KARENA BUKAN HANYA MASYARAKAT PAPUA SAJA YANG MEMILIKI RAS MELANESIA TETAPI DI BELAHAN INDONESIA LAINNYA SEPERTI NUSA TENGGARA TIMUR DAN PULAU MALUKU JUGA ADALAH RAS MELANESIA YANG TELAH HIDUP RUKUN DAMAI SECARA BERDAMPINGAN DENGAN SAUDARA-SAUDARANYA SEBANGSA DAN SETANAH AIR INDONESIA YANG BERIDEOLOGIKAN PANCASILA DENGAN SEMBOYAN BHINEKA TUNGGAL IKA (WALAUPUN BERBEDA-BEDA TAPI TETAP SATU).
2. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PELAKSANAAN PEPERA 1969 CACAT HUKUM DAN MORAL SERTA TIDAK SAH DAN MEMINTA PBB UNTUK MENGAKUI KEMERDEKAAN PAPUA BARAT PADA 1 DESEMBER 1961, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI DI TANAH PAPUA MENYATAKAN BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT TIDAK BERDASAR KARENA SAYA SELAKU KETUA UMUM BARISAN MERAH PUTIH DI TANAH PAPUA YANG JUGA MERUPAKAN PELAKU SEJARAH PEPERA 1969 MENGETAHUI SECARA PERSIS BAGAIMANA PELAKSANAAN PEPERA 1969 DIMANA RAKYAT PAPUA SAAT ITU MEMUTUSKAN UNTUK BERGABUNG DENGAN NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN TELAH DISETUJUI DAN DITETAPKAN OLEH PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA MELALUI RESOLUSI PBB NO. 2504 TANGGAL 19 NOVEMBER 1969, YANG BERARTI BAHWA PAPUA ADALAH MUTLAK BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI. PERNYATAAN DEKLARASI POLITIK YANG MENYATAKAN PEPERA TIDAK SAH/CACAT HUKUM ADALAH PEMBOHONGAN PUBLIK UNTUK KEPENTINGAN KELOMPOK-KELOMPOK TERTENTU YANG INGIN AGAR PEMBANGUNAN DI PAPUA MELALUI OTONOMI KHUSUS TIDAK BERJALAN LANCAR.
3. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PAPUA BARAT MERUPAKAN TANAH DARURAT, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT MERUPAKAN PEMBOHONGAN PUBLIK DAN CENDERUNG TENDENSIUS, KARENA SAMPAI SAAT INI STATUS TANAH PAPUA MERUPAKAN TERTIB SIPIL DAN SITUASI WILAYAH DI PAPUA SEBAGAI TANAH DAMAI TETAP KONDUSIF DAN MERUPAKAN TANAH YANG DIBERKATI. SAAT INI JUSTRU KITA BUTUHKAN ADALAH PEMBANGUNAN DI SEGALA BIDANG UNTUK MENGEJAR KETERTINGGALAN PAPUA DARI SAUDARA-SAUDARANYA YANG ADA DI BAGIAN INDONESIA LAINNYA MELALUI OTONOMI KHUSUS DALAM BINGKAI NKRI.
4. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PT. FREEPORT DAN EKSPLORASI BRITISH PETROLEUM HARUS DITUTUP KARENA MELAKUKAN PELANGGARAN HAM DAN GENOSIDA DI TANAH PAPUA, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA SAUDARA TOM BEANAL YANG MENGKLAIM DIRINYA SEBAGAI PEMIMPIN BANGSA PAPUA BARAT ADALAH SALAH SATU KOMISARIS PT. FREEPORT YANG DIGAJI SEKITAR RP. 50 JUTA/BULAN DAN TELAH MENIKMATI FASILITAS YANG DIBERIKAN OLEH PT. FREEPORT, SEMENTARA RAKYAT 7 SUKU DI SEKITAR AREA PT. FREEPORT MENERIMA 1 % DARI PENDAPATAN PT. FREEPORT ; JADI SANGATLAH ANEH APABILA TOM BEANAL SENDIRI INGIN MENUTUP PT. FREEPORT SEMENTARA YANG BERSANGKUTAN MENIKMATI FASILITASNYA, BERARTI TOM BEANAL MELAKUKAN PEMBOHONGAN TERHADAP DIRI SENDIRI SEOLAH-OLAH YANG BERSANGKUTAN PEDULI TERHADAP MASYARAKAT PAPUA PADAHAL YANG BERSANGKUTAN TURUT MENIKMATI KEHADIRAN PT. FREEPORT TERSEBUT.
5. TERHADAP PERNYATAAN BAHWA PEMERINTAH NEGARA VANUATU, NEGARA DI KEPULAUAN PASIFIK, ANGGOTA PARLEMEN AUSTRALIA DAN NEW ZEALAND, ANGGOTA PARLEMEN DAN PEMERINTAH INGGRIS, ANGGOTA PARLEMEN DI NEGARA-NEGARA UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT TELAH MENDUKUNG UNTUK PENENTUAN NASIB SENDIRI BAGI PAPUA BARAT, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA PERNYATAAN TERSEBUT MERUPAKAN PERNYATAAN YANG TIDAK BERDASAR DAN MENYESATKAN MASYARAKAT DI TANAH PAPUA, KARENA SAMPAI SAAT INI PEMERINTAH INGGRIS, AUSTRALIA, VANUATU, NEGARA-NEGARA KEPULAUAN PASIFIK, NEW ZEALAND, NEGARA-NEGARA UNI EROPA DAN AMERIKA SERIKAT TIDAK PERNAH MENGELUARKAN SURAT DUKUNGAN SECARA RESMI KEPADA OPM (ORGANISASI PAPUA MERDEKA) DAN SAMPAI SAAT INI NEGARA-NEGARA TERSEBUT DI ATAS MASIH MENDUKUNG SEPENUHNYA KEBERADAAN PAPUA SEBAGAI BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI.
6. TERHADAP PERNYATAAN AGAR ANAK BANGSA PAPUA BARAT TIDAK TERPROVOKASI TERHADAP TRIK YANG DILAKUKAN OLEH PEMERINTAH INDONESIA MELALUI KAKI TANGANNYA SIPIL DAN MILITER BAIK ORANG ASLI PAPUA MAUPUN NON PAPUA, BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MENANGGAPI BAHWA JUSTRU YANG SELAMA INI MEMPROVOKASI MASYARAKAT AGAR TIMBUL TINDAKAN ANARKHIS, RASA TIDAK AMAN DAN INSTABILITAS DI TANAH PAPUA ADALAH KELOMPOK YANG MENAMAKAN DIRINYA PRESIDIUM DEWAN PAPUA (PDP) MELALUI DEWAN ADAT PAPUA (DAP) DAN KOMITE NASIONAL PAPUA BARAT (KNPB) SERTA ORGANISASI OTORITAS NASIONAL PAPUA BARAT (ONPB). UNTUK ITU KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MEMINTA ORGANISASI-ORGANISASI YANG SELALU MENDISKREDITKAN NKRI DI TANAH PAPUA AGAR MENGHENTIKAN SELURUH BENTUK PROVOKASI, PERGERAKAN, UNJUK RASA, PENYESATAN INFORMASI DAN PEMBOHONGAN PUBLIK BAIK MELALUI STATEMEN PERORANGAN MAUPUN KELOMPOK YANG MENGAKIBATKAN TIMBULNYA KETAKUTAN DI MASYARAKAT DAN INSTABILITAS KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA DI SELURUH TANAH PAPUA.
7. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI MEMINTA KEPADA TNI DAN POLRI UNTUK MENINDAK SECARA TEGAS KEPADA TOKOH PERORANGAN MAUPUN KELOMPOK YANG SELAMA INI MENGELUARKAN STATEMEN ANTI REPUBLIK INDONESIA DAN TELAH MENYAMPAIKAN SUATU PERNYATAAN POLITIK DI DEPAN UMUM UNTUK MEMISAHKAN DIRI DARI NKRI AGAR DIPROSES SECARA HUKUM YANG BERLAKU DI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DAN MENURUT KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI PERBUATAN YANG DILAKUKAN DI LAPANGAN MAKAM THEYS PADA TANGGAL 1 DESEMBER 2008 MERUPAKAN TINDAKAN YANG MENGARAH PADA PERBUATAN MAKAR.
8. KAMI BARISAN MERAH PUTIH BESERTA KOMPONEN MASYARAKAT PEDULI NKRI TETAP BERTEKAD MEMPERTAHANKAN PAPUA SEBAGAI BAGIAN YANG TIDAK TERPISAHKAN DARI NKRI SAMPAI TITIK DARAH PENGHABISAN.
JAYAPURA, DESEMBER 2008
BARISAN MERAH PUTIH PAPUA
KETUA “TERTANDA” (BAPAK RAMSES OHEE)
SEKRETARIS “TERTANDA” (YONAS A. NUSSY)
(DISADUR DARI HARIAN CENDERAWASIH POS, 6 DESEMBER 2008)
Minggu, 30 November 2008
PERISTIWA 1 DESEMBER 1961
PERISTIWA 1 DESEMBER 1961
ADALAH REKAYASA KOLONIAL BELANDA
UNTUK TIPU MASYARAKAT PAPUA DAN
MEMECAH BELAH NKRI
FAKTA SEJARAH YANG PERLU MASYARAKAT PAPUA KETAHUI :
1. Menjelang Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tahun 1949, Belanda bersiap-siap untuk mempertahankan Papua. Menurut pandangan Menteri Wilayah Seberang Lautan Belanda H.J. van Maarseveen, Belanda membutuhkan tanah di Timur Jauh yang bisa dijadikan Tropical Holland untuk menampung orang-orang pro-Belanda yang mengalami kesulitan di Indonesia ; dan Papua bisa menjadi pangkalan Militer Belanda.
2. Kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tahun 1949 adalah Pemerintah Hindia Belanda mengakui kedaulatan NKRI dari Sabang sampai Merauke tapi menunda integrasi wilayah Papua ke dalam NKRI hingga tahun 1953. Namun hasil KMB ini diingkari oleh Belanda yang selanjutnya diikuti dengan perkuatan administrasi dan kekuatan militernya di Papua.
3. Pada 1957, ada pemikiran untuk mengikutsertakan penduduk asli dalam pemerintahan setempat namun kenyataannya pemilihan penduduk asli Papua tersebut melalui penunjukan oleh Pemerintah Belanda sebagai cara untuk memaksakan terbentuknya dewan-dewan boneka, buatan Belanda.
4. Perkembangan politik di Papua pada tahun 1960-an, menunjukkan besarnya gerakan nasionalisme Indonesia di masyarakat Papua ditambah tekanan dunia internasional untuk menyatukan Papua kedalam NKRI, maka memaksa Belanda untuk membentuk ”Dewan Nieuw Guinea” dan selanjutnya Komite Nasional Papua dimana anggotanya dipilih oleh Pemerintah Belanda.
5. Dengan rekayasa dari Pemerintah Belanda untuk mengurangi tekanan dunia internasional agar mengembalikan Papua kepada Pemerintah Indonesia, maka tanggal 19 Oktober 1961 dilakukan pertemuan Komite Nasional Papua dan Pemerintah Belanda menentukan pengibaran Bendera Papua dilakukan tanggal 1-12-1961 di Hollandia dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan bersama-sama dengan lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus. Tindakan Pemerintah Belanda tersebut berhasil meredam sementara tekanan dunia internasional serta memecah belah masyarakat Papua yang saat itu sebagian besar sudah berkeinginan untuk bergabung dengan NKRI. Niat Pemerintah Belanda adalah berusaha sekuat tenaga mempertahankan wilayah Papua agar tetap berada di bawah kekuasaan Belanda.
SEKARANG, KITORANG JANGAN PERNAH TERHASUT UNTUK MEMPERINGATI KEJADIAN 1 DESEMBER KARENA BERTUJUAN MERUSAK DAN MEMECAH BELAH KESATUAN BANGSA INDONESIA.
PEMERINTAH BELANDA DAN SEMUA NEGARA ASING TIDAK INGIN MELIHAT BANGSA INDONESIA BERSATU SEHINGGA MENJADI KUAT, MAJU DAN SEJAHTERA. KARENA ITU, SEMUA NEGARA ASING SAMPAI SEKARANG BERUSAHA KERAS UNTUK MEMECAH BELAH BANGSA INDONESIA AGAR BANGSA INDONESIA BISA DIKUASAI OLEH NEGARA ASING DAN MENGERUK SEMUA KEKAYAAN ALAM BANGSA INDONESIA.
”MARI KITORANG SEMUA BERSATU DALAM KEBHINEKAAN UNTUK MEMBANGUN NKRI YANG KUAT, MAJU DAN SEJAHTERA”.
ADALAH REKAYASA KOLONIAL BELANDA
UNTUK TIPU MASYARAKAT PAPUA DAN
MEMECAH BELAH NKRI
FAKTA SEJARAH YANG PERLU MASYARAKAT PAPUA KETAHUI :
1. Menjelang Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tahun 1949, Belanda bersiap-siap untuk mempertahankan Papua. Menurut pandangan Menteri Wilayah Seberang Lautan Belanda H.J. van Maarseveen, Belanda membutuhkan tanah di Timur Jauh yang bisa dijadikan Tropical Holland untuk menampung orang-orang pro-Belanda yang mengalami kesulitan di Indonesia ; dan Papua bisa menjadi pangkalan Militer Belanda.
2. Kesepakatan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag tahun 1949 adalah Pemerintah Hindia Belanda mengakui kedaulatan NKRI dari Sabang sampai Merauke tapi menunda integrasi wilayah Papua ke dalam NKRI hingga tahun 1953. Namun hasil KMB ini diingkari oleh Belanda yang selanjutnya diikuti dengan perkuatan administrasi dan kekuatan militernya di Papua.
3. Pada 1957, ada pemikiran untuk mengikutsertakan penduduk asli dalam pemerintahan setempat namun kenyataannya pemilihan penduduk asli Papua tersebut melalui penunjukan oleh Pemerintah Belanda sebagai cara untuk memaksakan terbentuknya dewan-dewan boneka, buatan Belanda.
4. Perkembangan politik di Papua pada tahun 1960-an, menunjukkan besarnya gerakan nasionalisme Indonesia di masyarakat Papua ditambah tekanan dunia internasional untuk menyatukan Papua kedalam NKRI, maka memaksa Belanda untuk membentuk ”Dewan Nieuw Guinea” dan selanjutnya Komite Nasional Papua dimana anggotanya dipilih oleh Pemerintah Belanda.
5. Dengan rekayasa dari Pemerintah Belanda untuk mengurangi tekanan dunia internasional agar mengembalikan Papua kepada Pemerintah Indonesia, maka tanggal 19 Oktober 1961 dilakukan pertemuan Komite Nasional Papua dan Pemerintah Belanda menentukan pengibaran Bendera Papua dilakukan tanggal 1-12-1961 di Hollandia dan lagu Hai Tanahku Papua dinyanyikan bersama-sama dengan lagu kebangsaan Belanda Wilhelmus. Tindakan Pemerintah Belanda tersebut berhasil meredam sementara tekanan dunia internasional serta memecah belah masyarakat Papua yang saat itu sebagian besar sudah berkeinginan untuk bergabung dengan NKRI. Niat Pemerintah Belanda adalah berusaha sekuat tenaga mempertahankan wilayah Papua agar tetap berada di bawah kekuasaan Belanda.
SEKARANG, KITORANG JANGAN PERNAH TERHASUT UNTUK MEMPERINGATI KEJADIAN 1 DESEMBER KARENA BERTUJUAN MERUSAK DAN MEMECAH BELAH KESATUAN BANGSA INDONESIA.
PEMERINTAH BELANDA DAN SEMUA NEGARA ASING TIDAK INGIN MELIHAT BANGSA INDONESIA BERSATU SEHINGGA MENJADI KUAT, MAJU DAN SEJAHTERA. KARENA ITU, SEMUA NEGARA ASING SAMPAI SEKARANG BERUSAHA KERAS UNTUK MEMECAH BELAH BANGSA INDONESIA AGAR BANGSA INDONESIA BISA DIKUASAI OLEH NEGARA ASING DAN MENGERUK SEMUA KEKAYAAN ALAM BANGSA INDONESIA.
”MARI KITORANG SEMUA BERSATU DALAM KEBHINEKAAN UNTUK MEMBANGUN NKRI YANG KUAT, MAJU DAN SEJAHTERA”.
Sabtu, 08 November 2008
BUDAYA PAPUA
Integrasi Kebudayaan Papua dalam Kebudayaan Indonesia
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antara dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), di mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur-unsur kebudayaan baru dan lama.
Integrasi kebudayaan tersebut merupakan proses menuju integrasi sosial lebih lanjut menuju pada identitas sosial yang lebih besar. Integrasi sosial adalah penyatupaduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang asalnya berbeda menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-masing, namun kelompok-kelompok sosial yang telah bersatu tersebut tetap mempunyai kebudayaan yang berbeda satu sama lain dan bersifat unik (khas), namun menghargai, menerima dan dapat menjadi bagian dari unsur-unsur kebudayaan yang berbeda dari kelompok lain.
Presiden RI pertama Ir. Soekarno pernah menyatakan kepada Ho Chi Minh, Kepala Negara Vietnam Utara, bahwa “Di Indonesia kita tidak mengenal adanya kelompok minoritas. Suku Dayak, Suku Jawa, Suku Papua, Suku Tionghoa bukanlah kelompok minoritas. Tidak ada minoritas, kalau ada minoritas tentu ada mayoritas. Kalau ada mayoritas akan timbul eksploitasi daripada mayoritas terhadap minoritas. Suku berarti kaki, jadi bangsa Indonesia banyak kakinya. Ada kaki Jawa, kaki Batak, kaki Papua, kaki Sumba dan ada kaki peranakan Tionghoa. Kesemuanya adalah kaki-kaki dari satu tubuh, yaitu tubuh bangsa Indonesia”.
Negara dan Bangsa Indonesia secara de jure dan de facto telah sah memiliki wilayah dari Sabang sampai Merauke, berpemerintahan yang berdaulat serta memiliki warga masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Demikian pula wilayah Papua secara de jure dan de facto merupakan wilayah dari negara Republik Indonesia, yang merupakan negara yang lahir melalui perjuangan membebaskan diri dari penjajahan Belanda. Oleh karena itu, pemerintah perlu merumuskan strategi yang mantap, terarah dan terukur guna mewujudkan proses integritas nasional bukan hanya sebatas integritas teritorial, termasuk di wilayah Papua. Dengan adanya integrasi nasional akan memperkuat secara fundamental persatuan dan kesatuan nasional sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman dan tentram.
Fenomena dari segelintir masyarakat Papua saat ini ada upaya untuk lebih menonjolkan unsur suku dengan mengeksploitasi permasalahan adat sebagai perwujudan untuk meraih ambisi politik yang lebih tinggi, namun berpotensi menumbuhkan dan mengembangkan potensi konflik diantara sesama anak bangsa Indonesia. Papua, sebagai wilayah yang sedang aktif membangun dalam kerangka kebijakan Otsus, membutuhkan suatu fundamen yang kuat agar keberlangsungan serta keberhasilan pembangunan dapat terwujud secara hakiki, yaitu identitas kebangsaan Indonesia yang kuat yang tercermin dari adanya rasa bangga dari setiap warga masyarakat Papua sebagai Warga Negara Indonesia serta adanya kesediaan untuk mengabdi demi kepentingan bangsa dan negara. Tanpa itu, pembangunan hanya bersifat ”semu” dan sebatas hasil fisik namun tidak bermakna karena tidak memiliki jiwa (Roh).
Diharapkan kondisi di atas disadari oleh segenap komponen bangsa yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan di Papua dan Kebangsaan Indonesia, termasuk seluruh masyarakat Papua yang menjadi subjek dari pembangunan yang dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintah (dengan melibatkan partisipasi masyarakat) perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut :
1.Perlunya perumusan dan pengesahan UU tentang kewarganegaraan dimana di dalamnya terdapat penanaman dan aktualisasi hak dan kewajiban selaku Warga Negara Indonesia.
2.Menghidupkan kembali Kementerian yang mengurus masalah Kebudayaan Nasional karena perlu langkah-langkah strategis dan implementatif untuk menjamin keberlangsungan proses integrasi nasional yang belum selesai dan tidak akan pernah selesai.
3.Mengembangkan kembali pendidikan tentang dasar-dasar ideologi negara di semua level pendidikan secara bertingkat dan berlanjut namun sesuai konteks perkembangan jaman dan tidak bersifat indoktrinasi.
4.Mensosialisasikan tentang dasar-dasar ideologi negara kepada segenap komponen masyarakat dengan menggunakan berbagai media yang menarik dan selaras dengan kondisi masyarakat sasaran.
5.Menumbuhkan budaya tertib hukum sebagai dasar pelaksanaan dari sistem politik yang demokratis dan beradab.
6.Memberikan ruang untuk memperkenalkan, mempelajari dan mengekspresikan setiap budaya yang hidup dan berkembang di negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
7.Menciptakan setiap momentum untuk menumbuhkembangkan kebanggaan selaku Warga Negara Indonesia dengan memanfaatkan segenap potensi bangsa yang ada melalui berbagai kegiatan dalam setiap sendi kehidupan masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Semoga sumbangan pemikiran tersebut dapat membantu proses integrasi budaya Papua kedalam kebudayaan Indonesia secara utuh dan menyeluruh.
Integrasi kebudayaan berarti penyesuaian antara dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran), di mana unsur kebudayaan baru diserap ke dalam suatu kebudayaan yang berbeda melalui modifikasi dan koordinasi dari unsur-unsur kebudayaan baru dan lama.
Integrasi kebudayaan tersebut merupakan proses menuju integrasi sosial lebih lanjut menuju pada identitas sosial yang lebih besar. Integrasi sosial adalah penyatupaduan dari kelompok-kelompok masyarakat yang asalnya berbeda menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing-masing, namun kelompok-kelompok sosial yang telah bersatu tersebut tetap mempunyai kebudayaan yang berbeda satu sama lain dan bersifat unik (khas), namun menghargai, menerima dan dapat menjadi bagian dari unsur-unsur kebudayaan yang berbeda dari kelompok lain.
Presiden RI pertama Ir. Soekarno pernah menyatakan kepada Ho Chi Minh, Kepala Negara Vietnam Utara, bahwa “Di Indonesia kita tidak mengenal adanya kelompok minoritas. Suku Dayak, Suku Jawa, Suku Papua, Suku Tionghoa bukanlah kelompok minoritas. Tidak ada minoritas, kalau ada minoritas tentu ada mayoritas. Kalau ada mayoritas akan timbul eksploitasi daripada mayoritas terhadap minoritas. Suku berarti kaki, jadi bangsa Indonesia banyak kakinya. Ada kaki Jawa, kaki Batak, kaki Papua, kaki Sumba dan ada kaki peranakan Tionghoa. Kesemuanya adalah kaki-kaki dari satu tubuh, yaitu tubuh bangsa Indonesia”.
Negara dan Bangsa Indonesia secara de jure dan de facto telah sah memiliki wilayah dari Sabang sampai Merauke, berpemerintahan yang berdaulat serta memiliki warga masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Demikian pula wilayah Papua secara de jure dan de facto merupakan wilayah dari negara Republik Indonesia, yang merupakan negara yang lahir melalui perjuangan membebaskan diri dari penjajahan Belanda. Oleh karena itu, pemerintah perlu merumuskan strategi yang mantap, terarah dan terukur guna mewujudkan proses integritas nasional bukan hanya sebatas integritas teritorial, termasuk di wilayah Papua. Dengan adanya integrasi nasional akan memperkuat secara fundamental persatuan dan kesatuan nasional sehingga dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman dan tentram.
Fenomena dari segelintir masyarakat Papua saat ini ada upaya untuk lebih menonjolkan unsur suku dengan mengeksploitasi permasalahan adat sebagai perwujudan untuk meraih ambisi politik yang lebih tinggi, namun berpotensi menumbuhkan dan mengembangkan potensi konflik diantara sesama anak bangsa Indonesia. Papua, sebagai wilayah yang sedang aktif membangun dalam kerangka kebijakan Otsus, membutuhkan suatu fundamen yang kuat agar keberlangsungan serta keberhasilan pembangunan dapat terwujud secara hakiki, yaitu identitas kebangsaan Indonesia yang kuat yang tercermin dari adanya rasa bangga dari setiap warga masyarakat Papua sebagai Warga Negara Indonesia serta adanya kesediaan untuk mengabdi demi kepentingan bangsa dan negara. Tanpa itu, pembangunan hanya bersifat ”semu” dan sebatas hasil fisik namun tidak bermakna karena tidak memiliki jiwa (Roh).
Diharapkan kondisi di atas disadari oleh segenap komponen bangsa yang memiliki kepedulian terhadap permasalahan di Papua dan Kebangsaan Indonesia, termasuk seluruh masyarakat Papua yang menjadi subjek dari pembangunan yang dilaksanakan. Oleh karena itu pemerintah (dengan melibatkan partisipasi masyarakat) perlu melakukan beberapa hal sebagai berikut :
1.Perlunya perumusan dan pengesahan UU tentang kewarganegaraan dimana di dalamnya terdapat penanaman dan aktualisasi hak dan kewajiban selaku Warga Negara Indonesia.
2.Menghidupkan kembali Kementerian yang mengurus masalah Kebudayaan Nasional karena perlu langkah-langkah strategis dan implementatif untuk menjamin keberlangsungan proses integrasi nasional yang belum selesai dan tidak akan pernah selesai.
3.Mengembangkan kembali pendidikan tentang dasar-dasar ideologi negara di semua level pendidikan secara bertingkat dan berlanjut namun sesuai konteks perkembangan jaman dan tidak bersifat indoktrinasi.
4.Mensosialisasikan tentang dasar-dasar ideologi negara kepada segenap komponen masyarakat dengan menggunakan berbagai media yang menarik dan selaras dengan kondisi masyarakat sasaran.
5.Menumbuhkan budaya tertib hukum sebagai dasar pelaksanaan dari sistem politik yang demokratis dan beradab.
6.Memberikan ruang untuk memperkenalkan, mempelajari dan mengekspresikan setiap budaya yang hidup dan berkembang di negara Indonesia dari Sabang sampai Merauke.
7.Menciptakan setiap momentum untuk menumbuhkembangkan kebanggaan selaku Warga Negara Indonesia dengan memanfaatkan segenap potensi bangsa yang ada melalui berbagai kegiatan dalam setiap sendi kehidupan masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional.
Semoga sumbangan pemikiran tersebut dapat membantu proses integrasi budaya Papua kedalam kebudayaan Indonesia secara utuh dan menyeluruh.
Sabtu, 27 September 2008
Penjelasan kedudukan PP No. 77 Tahun 2007 dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua
UNDANG-UNDANG (UU) NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA TELAH MEMBERIKAN KEWENANGAN KHUSUS YANG DIAKUI KEPADA PROVINSI PAPUA UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS KEPENTINGAN MASYARAKAT MENURUT PRAKARSA SENDIRI BERDASARKAN ASPIRASI DAN HAK-HAK DASAR MASYARAKAT PAPUA.
DALAM UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA, BAB II PASAL 2MENGENAI LAMBANG-LAMBANG DISEBUTKAN BAHWA :
1. PROVINSI PAPUA SEBAGAI BAGIAN DARI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENGGUNAKAN SANG MERAH PUTIH SEBAGAI BENDERA NEGARA DAN INDONESIA RAYA SEBAGAI LAGU KEBANGSAAN.
2. PROVINSI PAPUA DAPAT MEMILIKI LAMBANG DAERAH SEBAGAI PANJI KEBESARAN DAN SIMBOL KULTURAL BAGI KEMEGAHAN JATI DIRI ORANG PAPUA DALAM BENTUK BENDERA DAERAH DAN LAGU DAERAH YANG TIDAK DIPOSISIKAN SEBAGAI SIMBOL KEDAULATAN (KEMERDEKAAN).
3. KETENTUAN LAMBANG DAERAH SEBAGAIMANA DIMAKSUD DI ATAS DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERDASUS DAN BERPEDOMAN PADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
PERATURAN PEMERINTAH (PP) NO. 77 TAHUN 2007 TENTANG LAGU DAN LAMBANG DAERAH MERUPAKAN PENJABARAN DARI UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA BAB II PASAL 2 DI ATAS, YANG MENYEBUTKAN DENGAN JELAS BAHWA PENENTUAN LAMBANG DAERAH MEMUAT PERSYARATAN :
1. TIDAK DIPOSISIKAN SEBAGAI SIMBOL KEDAULATAN (KEMERDEKAAN).
2. SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN PEMERINTAH RI (TERMASUK PP NO. 77 TAHUN 2007).
3. DIATUR DENGAN PERDASUS YANG DISAHKAN OLEH DPR PROVINSI PAPUA.
USULAN DEWAN ADAT PAPUA (DAP) PIMPINAN BAPAK FORKORUS YABOISEMBUT SERTA BEBERAPA ORGANISASI LAINNYA YANG MENYATAKAN BENDERA BINTANG KEJORA SEBAGAI LAMBANG DAERAH ADALAH NYATA DAN JELAS BERTENTANGAN DENGAN UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA, PP NO. 77 TAHUN 2007 TENTANG LAGU DAN LAMBANG DAERAH, SERTA MENYALAHI MEKANISME POLITIK DI PROVINSI PAPUA, KARENA MASALAH LAMBANG DAERAH PROVINSI PAPUA BELUM DISUSUN DAN DITETAPKAN MELALUI PERDASUS.
PERLU DIPAHAMI BAHWA BENDERA BINTANG KEJORA (SEJENISNYA), BURUNG MAMBRUK DAN LAGU ’HAI TANAHKU PAPUA’ TIDAK BISA DIJADIKAN LAMBANG DAERAH PROVINSI DI SELURUH WILAYAH INDONESIA, KARENA LAGU DAN LAMBANG TERSEBUT TELAH DIGUNAKAN OLEH ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), YANG SEJARAHNYA MERUPAKAN ORGANISASI BENTUKAN KOLONIAL BELANDA.
DALAM UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA, BAB II PASAL 2MENGENAI LAMBANG-LAMBANG DISEBUTKAN BAHWA :
1. PROVINSI PAPUA SEBAGAI BAGIAN DARI NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA MENGGUNAKAN SANG MERAH PUTIH SEBAGAI BENDERA NEGARA DAN INDONESIA RAYA SEBAGAI LAGU KEBANGSAAN.
2. PROVINSI PAPUA DAPAT MEMILIKI LAMBANG DAERAH SEBAGAI PANJI KEBESARAN DAN SIMBOL KULTURAL BAGI KEMEGAHAN JATI DIRI ORANG PAPUA DALAM BENTUK BENDERA DAERAH DAN LAGU DAERAH YANG TIDAK DIPOSISIKAN SEBAGAI SIMBOL KEDAULATAN (KEMERDEKAAN).
3. KETENTUAN LAMBANG DAERAH SEBAGAIMANA DIMAKSUD DI ATAS DIATUR LEBIH LANJUT DENGAN PERDASUS DAN BERPEDOMAN PADA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
PERATURAN PEMERINTAH (PP) NO. 77 TAHUN 2007 TENTANG LAGU DAN LAMBANG DAERAH MERUPAKAN PENJABARAN DARI UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA BAB II PASAL 2 DI ATAS, YANG MENYEBUTKAN DENGAN JELAS BAHWA PENENTUAN LAMBANG DAERAH MEMUAT PERSYARATAN :
1. TIDAK DIPOSISIKAN SEBAGAI SIMBOL KEDAULATAN (KEMERDEKAAN).
2. SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG DITETAPKAN PEMERINTAH RI (TERMASUK PP NO. 77 TAHUN 2007).
3. DIATUR DENGAN PERDASUS YANG DISAHKAN OLEH DPR PROVINSI PAPUA.
USULAN DEWAN ADAT PAPUA (DAP) PIMPINAN BAPAK FORKORUS YABOISEMBUT SERTA BEBERAPA ORGANISASI LAINNYA YANG MENYATAKAN BENDERA BINTANG KEJORA SEBAGAI LAMBANG DAERAH ADALAH NYATA DAN JELAS BERTENTANGAN DENGAN UU NO. 21 TAHUN 2001 TENTANG OTONOMI KHUSUS BAGI PROVINSI PAPUA, PP NO. 77 TAHUN 2007 TENTANG LAGU DAN LAMBANG DAERAH, SERTA MENYALAHI MEKANISME POLITIK DI PROVINSI PAPUA, KARENA MASALAH LAMBANG DAERAH PROVINSI PAPUA BELUM DISUSUN DAN DITETAPKAN MELALUI PERDASUS.
PERLU DIPAHAMI BAHWA BENDERA BINTANG KEJORA (SEJENISNYA), BURUNG MAMBRUK DAN LAGU ’HAI TANAHKU PAPUA’ TIDAK BISA DIJADIKAN LAMBANG DAERAH PROVINSI DI SELURUH WILAYAH INDONESIA, KARENA LAGU DAN LAMBANG TERSEBUT TELAH DIGUNAKAN OLEH ORGANISASI PAPUA MERDEKA (OPM), YANG SEJARAHNYA MERUPAKAN ORGANISASI BENTUKAN KOLONIAL BELANDA.
Langganan:
Postingan (Atom)