SEJARAH PAPUA :
DARI MASA KE MASA HINGGA DEKADE 60-AN
DARI MASA KE MASA HINGGA DEKADE 60-AN
Daerah Papua sejak dahulu telah dikenal dengan berbagai nama. Orang-orang Hindu menamakan daerah ini Negara Ujung Lautan, daerah penghasil hasil bumi dan rempah-rempah. Pujangga Walmiki dalam buku Ramayana-nya menamakan daerah Papua “Gunung Sjisjira” yang puncaknya menyapu langit dan dikunjungi oleh Dewa dan Dewana.
Pada jaman Sriwijaya (abad VIII) daerah ini dikenal oleh Tiongkok karena utusan-utusan Maharaja Sriwijaya Sri Indrawarman dalam perlawatan-perlawatannya ke Tiongkok beberapa kali telah disertai oleh beberapa putrid dari daerah Janggi yang waktu itu merupakan suatu bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Orang Tiongkok menyebut daerah ini sebagai Tungki dan merupakan bagian dari daerah Maluku (Tidore sekarang).
Kitab Negara Kertagama karangan Prapanca menyebutkan bahwa Negara Kerajaan Majapahit pada tahun 1364 meliputi daerah-daerah dari Sumatra dan sekitarnya terus ke timur sampai dengan Ewanin (Semenanjung Onin sekarang) untuk bagian utara Papua dan Seran (Kowiai sekarang) untuk bagian selatan Papua
Dalam peperangan memperebutkan daerah pengaruh antara Kesultanan-kesultanan Tidore dan Ternate yang sebenarnya mempunyai asal keturunan yang sama, maka didapatkan bahwa pengaruh Ternate meluas ke pulau-pulau Halmahera di sebelah barat terus sampai dengan kepulauan-kepulauan Sangir dan sebelah selatan Sulawesi. Sedang Tidore menguasai kepulauan-kepulauan sebelah timur Halmahera Selatan dan Seram Timur meliputi pulau-pulau Aru dan Kai. Ahirnya, awal abad XVI daerah-daerah Raja Ampat dengan daratan Papua Barat masuk dalam kekuasaan Tidore.
VOC Belanda masuk ke dalam daerah ini pertama-tama tahun 1606, tetapi karena kecewa atas penyambutan dari orang-orang pribumi yang liar, biadab, ganas dan memusuhinya serta dianggap tidak akan menguntungkan perdagangannya karena sifat-sifat daerahnya yang kasar, maka hampir 230 tahun lamanya Belanda tidak menghiraukan sama sekali daerah ini. Asal nama Nova Guinea ialah dari seorang Spanyol Inigo Ortiz de Retes yang bertolak dari Tidore (1545) ke Panama, yang menyebutkan bahwa ia melihat orang Afrika yang sering dijumpainya sewaktu ia melihat orang-orang Papua di Biak dan Padaido dalam perjalanannya melalui kepulauan-kepulauan ini. Daerah-daerah tersebut diproklamirkannya sebagai milik Mahkota Spanyol, dan kemudian beralih ke tangan Pemerintah Kerajaan Belanda akibat adanya perjanjian Utrecht (1714) antara Spanyol dengan Negeri Belanda.
Belanda terpaksa membangun suatu benteng tahun 1828 dengan nama Fort du Bois di Teluk Triton (Kaimana) untuk menyatakan kekuasaannya di daerah ini, karena adanya usaha-usaha Inggris yang sudah menyerobot masuk ke wilayah Papua. Usaha-usaha Inggris ini berhasil karena adanya kerjasama dengan Nuku salah seorang Sultan Tidore yang memberontak kepada Belanda (VOC) hingga wafatnya pada usia lanjut. Sultan Tidore yang lain, yang merupakan ciptaan Belanda memprotes Inggris atas kekuasaannya di daerah Papua dan Tidore, namun Inggris tidak menghiraukannya. Akhirnya, Inggris harus pergi dari daerah Papua dan Tidore karena kehabisan bahan makanan dan penyakit beri-beri yang waktu itu sangat ditakuti di daerah tersebut.
Tahun 1828 Belanda menyatakan bahwa West Nieuw Guinea dari 141°BT di pantai selatan, kemudian ke barat, barat laut, ke utara sampai Tj. Jamurseba sebagai daerah miliknya kecuali hak-hak dari Sultan Tidore yang ada di Papua. Regerings Almanak Belanda tiap tahun menyebutkan, wilayah Kerajaan Tidore meliputi dari Pulau Tidore ke timur (Halmahera) dikurangi daerah-daerah Ternate, pulau-pulau Waigeo dan Misool, daratan Papua sampai garis 141° 10’ 47” BT terus ke selatan memotong sungai Fly beserta pulau-pulau di sekitarnya dan pulau-pulau di Teluk Geelvink.
Tahun 1910 hak Tidore atas daerah pantai selatan dengan ibukota Merauke diambil alih dengan harga F.6000,- oleh Belanda, yang menjadikannya Zuid Nieuw Guinea suatu afdeling langsung di bawah pemerintahannya. Melalui beberapa kali perubahan, maka sebelum pendudukan Jepang daerah-daerah Tidore disebut-sebut sebagai Swapraja (Zelfbesturende landschappen) meliputi 8 onderafdeling dengan 50 distrik yang masih diakui oleh Belanda sebagai daerah kesultanan Tidore. Di daerah tersebut ada pemerintahan campuran di mana Belanda melakukan control melalui pejabat-pejabat Gubernemen Belanda yang ditempatkan di daerah tersebut.
Setelah Jepang menyerah, Papua dijadikan residensi Nieuw Guinea. Sejak Perundingan Denpasar (Desember 1946) Belanda menginginkan bahwa Nieuw Guinea harus memperoleh kedudukan yang tersendiri terhadap Kerajaan Belanda susunan baru dan Negara Indonesia Serikat, walaupun penduduk aslinya masih sukar dapat memperdengarkan kehendaknya, tapi dasar yang sebenarnya adalah maksud mengadakan tempat pemindahan orang-orang Belanda dalam jumlah yang lebih besar terutama bagi orang-orang Belanda di Indonesia yang ingin hidup dalam susunan kenegaraannya sendiri. Pada Februari 1947 Belanda masuk “South Pacific Commision” yang dibentuk di luar PBB oleh Australia, Perancis, Selandia Baru, Inggris dan Amerika yang berkedudukan di Noumea dengan alasan :
- Irian Barat belum berpemerintahan sendiri
- Penduduknya belum mempunyai peradaban
- Pertimbangan strategis dalam rangka pertahanan bangsa-bangsa demokratik di Pasifik
Tahun 1950 ditunjuk seorang Gubernur yang memerintah atas nama dan mewakili Mahkota Kerajaan Belanda dengan dibantu oleh Dewan Kepala-kepala jawatan pemerintah umum dalam menjalankan roda pemerintahan. Dibentuk pula Dewan Nieuw Guinea dengan anggota 21 orang terdiri dari 9 orang Belanda dan 2 orang underbouw Belanda (bukan orang Belanda) serta 10 orang Wakil orang asli Papua. Penetapan keanggotaan dilakukan dengan cara pilihan dan penunjukan dengan komposisi sebagai berikut :
- Belanda terdiri dari 2 orang dipilih dan 7 orang ditunjuk.
- Underbouw Belanda terdiri dari 1 orang dipilih dan 1 orang ditunjuk
- Orang asli Papua diganti dengan penunjukan orang-orang Belanda yang merupakan pegawai pamong praja, wakil zending/missi karena menurut anggapan Belanda penduduk pribumi masih terlalu rendah tarafnya sebagai wakil dalam menentukan jalannya pemerintahan.
Untuk lebih menyempurnakan susunan legislatif pada tahun 1951 telah dibentuk dewan penasehat untuk afdeling Irian Barat Utara, Selatan, Barat, masing-masing diketuai oleh Residen yang bersangkutan.
Pada tahun 1953 telah diadakan penyusunan pembagian administratif daerah dengan hasil pembentukan afdeling-afdeling sebagai berikut :
- Nieuw Guinea Utara
- Teluk Geelvink
- Nieuw Guinea Selatan
- Nieuw Guinea Tengah – masih diatur dari Teluk Geelvink
- Nieuw Guinea Barat.
Pada1957 ada pemikiran untuk mengikutsertakan penduduk asli dalam pemerintahan setempat dengan cara pemilihan bertingkat dengan fase pertama membentuk dewan kampung dan selanjutnya bertingkat kepada dewan daerah. Namun kenyataannya, pemilihannya melalui penunjukan oleh Pemerintah Belanda sebagai cara untuk memaksakan terbentuknya dewan-dewan boneka, buatan Belanda.
Pada tahun 1960 timbul gagasan dari Pemerintah Belanda dalam bentuk politik penentuan nasib sendiri (self determination) bagi Irian Barat dengan waktu pelaksanaan dalam waktu 10 sampai 15 tahun ke depan baru dapat dilakukan di bawah pengawasan PBB. Gagasan tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan politik di Irian Barat yang menunjukkan mulai timbulnya gerakan nasionalisme Indonesia ditambah kegiatan-kegiatan Pemerintah RI dalam forum-forum internasional terhadap klaimnya atas irian Barat. Kondisi tersebut memaksa Belanda untuk merubah sikapnya untuk menyetujui pembentukan partai/organisasi dalam rangka membendung gerakan nasionalisme Indonesia serta sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai alat menghadapi Indonesia. Selanjutnya, segera diusahakan pembentukan ”Dewan Nieuw Guinea” oleh Pemerintah Belanda, di mana anggotanya dipilih oleh Pemerintah Belanda dan sebagian besar terdiri dari orang Belanda. Dewan Nieuw Guinea dilantik pada tanggal 5 April 1961 di Hollandia, beranggotakan 27 orang dan diketuai oleh orang Belanda yang diangkat juga sebagai Staf Gubernuran. Untuk memenuhi syarat-syarat demokrasi ala Belanda akan ditunjuk pula orang-orang yang akan memegang peranan sebagai ”oposisi”. Tugas Dewan Nieuw Guinea adalah :
- Mengemukakan kepentingan-kepentingan Nederlands Nieuw Guinea kepada Pemerintah Belanda di Irian Barat
- Untuk mendapatkan penjelasan terhadap sesuatu hal dapat mengundang Gubernur dalam sidang
- Memberikan nasehat kepada pemerintah tentang sesuatu rencana Undang-undang.
Semangat perjuangan pro RI dan gerakan-gerakan kemerdekaan RI di Tanah Papua diakui oleh Belanda telah lama ada di Tanah Papua. Beberapa fakta yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Penuturan petugas Belanda yang telah kembali ke negerinya menyebutkan tentang kesibukan aparat keamanan dan tentara Belanda di Tanah Papua setiap menghadapi momen 17 Agustus, hari Natal dan Tahun Baru, yang ditujukan terhadap kegiatan anasir-anasir yang dituduh pro RI dengan gerakan-gerakan pengibaran Bendera Marah Putih, penyobekan bendera Belanda menjadi Merah Putih.
2. Terjadinya perlawanan bersenjata seperti di Wamena (lembah Baliem), Merauke dan Hollandia.
3. Timbulnya perkelahian yang disebabkan pro dan anti RI antara kelompok-kelompok atau perorangan.
4. Di beberapa daerah, seperti di Yapen/Serui dikenal sebagai tempat-tempat kelompok pro RI
5. Munculnya organisasi perjuangan untuk melepaskan diri dari penjajah Belanda di seluruh Tanah Papua, sekalipun dengan kegiatan-kegiatan yang tersembunyi.
Dalam menghadapi perkembangan situasi di PBB pada tahun 1961 maka Belanda melancarkan suatu strategi baru dengan cara menyampaikan gagasan untuk mempercepat penentuan nasib sendiri bagi rakyat Irian Barat yang diusulkan untuk dilaksanakan pada tahun 1961 itu juga. Oleh karena itu dibentuklah Komite Nasional Papua, Oktober 1961, dengan tidak melalui sidang Dewan Nieuw Guinea namun tetap memperoleh persetujuan dari Dewan tersebut. Anggota Komisi Nasional Papua terdiri dari anggota-anggota Dewan yang pro Belanda ditambah dengan anggota-anggota baru yang diseleksi oleh Pemerintah Belanda sejumlah 80 orang. Dengan rekayasa dari Pemerintah Belanda, Komite Nasional Papua menyampaikan manifestonya kepada Dewan Nieuw Guinea yagn berisi :
1. Penentuan Bendera Papua
2. Lagu Kebangsaan Papua
3. Mengganti nama West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat
4. Nama bangsa ialah Papua
5. Mengusulkan Bendera Papua dikibarkan tanggal 1-11-1961.
Melalui rekayasa dan tekanan dari Pemerintah Belanda, Sidang Nieuw Guinea menyetujui manifesto Komite Nasional Papua, kecuali pengibaran Bendera Papua tanggal 1-11-1961 dan menunggu keputusan Negeri Belanda yang akhirnya menentukan pengibaran Bendera Papua dilakukan tanggal 1-12-1961.
Sumber :
1. DR. Ir. W.C. Klein, Nieuw Guinea 1954
2. Kementerian Dalam Negeri Belanda, Rapport Nederlands Nieuw Guinea 1960
3. Militaire Topographiesche Dienst, Verslag Militaire Exploratie van Nederlands Nieuw Guinea 1907 – 1915
4. Majalah Nieuw Guinea studien 1960
5. Majalah Nederlands Nieuw Guinea 1960
6. Majalah Tijdschrift Nieuw Guinea 1952 – 1954.
Pada jaman Sriwijaya (abad VIII) daerah ini dikenal oleh Tiongkok karena utusan-utusan Maharaja Sriwijaya Sri Indrawarman dalam perlawatan-perlawatannya ke Tiongkok beberapa kali telah disertai oleh beberapa putrid dari daerah Janggi yang waktu itu merupakan suatu bagian dari Kerajaan Sriwijaya. Orang Tiongkok menyebut daerah ini sebagai Tungki dan merupakan bagian dari daerah Maluku (Tidore sekarang).
Kitab Negara Kertagama karangan Prapanca menyebutkan bahwa Negara Kerajaan Majapahit pada tahun 1364 meliputi daerah-daerah dari Sumatra dan sekitarnya terus ke timur sampai dengan Ewanin (Semenanjung Onin sekarang) untuk bagian utara Papua dan Seran (Kowiai sekarang) untuk bagian selatan Papua
Dalam peperangan memperebutkan daerah pengaruh antara Kesultanan-kesultanan Tidore dan Ternate yang sebenarnya mempunyai asal keturunan yang sama, maka didapatkan bahwa pengaruh Ternate meluas ke pulau-pulau Halmahera di sebelah barat terus sampai dengan kepulauan-kepulauan Sangir dan sebelah selatan Sulawesi. Sedang Tidore menguasai kepulauan-kepulauan sebelah timur Halmahera Selatan dan Seram Timur meliputi pulau-pulau Aru dan Kai. Ahirnya, awal abad XVI daerah-daerah Raja Ampat dengan daratan Papua Barat masuk dalam kekuasaan Tidore.
VOC Belanda masuk ke dalam daerah ini pertama-tama tahun 1606, tetapi karena kecewa atas penyambutan dari orang-orang pribumi yang liar, biadab, ganas dan memusuhinya serta dianggap tidak akan menguntungkan perdagangannya karena sifat-sifat daerahnya yang kasar, maka hampir 230 tahun lamanya Belanda tidak menghiraukan sama sekali daerah ini. Asal nama Nova Guinea ialah dari seorang Spanyol Inigo Ortiz de Retes yang bertolak dari Tidore (1545) ke Panama, yang menyebutkan bahwa ia melihat orang Afrika yang sering dijumpainya sewaktu ia melihat orang-orang Papua di Biak dan Padaido dalam perjalanannya melalui kepulauan-kepulauan ini. Daerah-daerah tersebut diproklamirkannya sebagai milik Mahkota Spanyol, dan kemudian beralih ke tangan Pemerintah Kerajaan Belanda akibat adanya perjanjian Utrecht (1714) antara Spanyol dengan Negeri Belanda.
Belanda terpaksa membangun suatu benteng tahun 1828 dengan nama Fort du Bois di Teluk Triton (Kaimana) untuk menyatakan kekuasaannya di daerah ini, karena adanya usaha-usaha Inggris yang sudah menyerobot masuk ke wilayah Papua. Usaha-usaha Inggris ini berhasil karena adanya kerjasama dengan Nuku salah seorang Sultan Tidore yang memberontak kepada Belanda (VOC) hingga wafatnya pada usia lanjut. Sultan Tidore yang lain, yang merupakan ciptaan Belanda memprotes Inggris atas kekuasaannya di daerah Papua dan Tidore, namun Inggris tidak menghiraukannya. Akhirnya, Inggris harus pergi dari daerah Papua dan Tidore karena kehabisan bahan makanan dan penyakit beri-beri yang waktu itu sangat ditakuti di daerah tersebut.
Tahun 1828 Belanda menyatakan bahwa West Nieuw Guinea dari 141°BT di pantai selatan, kemudian ke barat, barat laut, ke utara sampai Tj. Jamurseba sebagai daerah miliknya kecuali hak-hak dari Sultan Tidore yang ada di Papua. Regerings Almanak Belanda tiap tahun menyebutkan, wilayah Kerajaan Tidore meliputi dari Pulau Tidore ke timur (Halmahera) dikurangi daerah-daerah Ternate, pulau-pulau Waigeo dan Misool, daratan Papua sampai garis 141° 10’ 47” BT terus ke selatan memotong sungai Fly beserta pulau-pulau di sekitarnya dan pulau-pulau di Teluk Geelvink.
Tahun 1910 hak Tidore atas daerah pantai selatan dengan ibukota Merauke diambil alih dengan harga F.6000,- oleh Belanda, yang menjadikannya Zuid Nieuw Guinea suatu afdeling langsung di bawah pemerintahannya. Melalui beberapa kali perubahan, maka sebelum pendudukan Jepang daerah-daerah Tidore disebut-sebut sebagai Swapraja (Zelfbesturende landschappen) meliputi 8 onderafdeling dengan 50 distrik yang masih diakui oleh Belanda sebagai daerah kesultanan Tidore. Di daerah tersebut ada pemerintahan campuran di mana Belanda melakukan control melalui pejabat-pejabat Gubernemen Belanda yang ditempatkan di daerah tersebut.
Setelah Jepang menyerah, Papua dijadikan residensi Nieuw Guinea. Sejak Perundingan Denpasar (Desember 1946) Belanda menginginkan bahwa Nieuw Guinea harus memperoleh kedudukan yang tersendiri terhadap Kerajaan Belanda susunan baru dan Negara Indonesia Serikat, walaupun penduduk aslinya masih sukar dapat memperdengarkan kehendaknya, tapi dasar yang sebenarnya adalah maksud mengadakan tempat pemindahan orang-orang Belanda dalam jumlah yang lebih besar terutama bagi orang-orang Belanda di Indonesia yang ingin hidup dalam susunan kenegaraannya sendiri. Pada Februari 1947 Belanda masuk “South Pacific Commision” yang dibentuk di luar PBB oleh Australia, Perancis, Selandia Baru, Inggris dan Amerika yang berkedudukan di Noumea dengan alasan :
- Irian Barat belum berpemerintahan sendiri
- Penduduknya belum mempunyai peradaban
- Pertimbangan strategis dalam rangka pertahanan bangsa-bangsa demokratik di Pasifik
Tahun 1950 ditunjuk seorang Gubernur yang memerintah atas nama dan mewakili Mahkota Kerajaan Belanda dengan dibantu oleh Dewan Kepala-kepala jawatan pemerintah umum dalam menjalankan roda pemerintahan. Dibentuk pula Dewan Nieuw Guinea dengan anggota 21 orang terdiri dari 9 orang Belanda dan 2 orang underbouw Belanda (bukan orang Belanda) serta 10 orang Wakil orang asli Papua. Penetapan keanggotaan dilakukan dengan cara pilihan dan penunjukan dengan komposisi sebagai berikut :
- Belanda terdiri dari 2 orang dipilih dan 7 orang ditunjuk.
- Underbouw Belanda terdiri dari 1 orang dipilih dan 1 orang ditunjuk
- Orang asli Papua diganti dengan penunjukan orang-orang Belanda yang merupakan pegawai pamong praja, wakil zending/missi karena menurut anggapan Belanda penduduk pribumi masih terlalu rendah tarafnya sebagai wakil dalam menentukan jalannya pemerintahan.
Untuk lebih menyempurnakan susunan legislatif pada tahun 1951 telah dibentuk dewan penasehat untuk afdeling Irian Barat Utara, Selatan, Barat, masing-masing diketuai oleh Residen yang bersangkutan.
Pada tahun 1953 telah diadakan penyusunan pembagian administratif daerah dengan hasil pembentukan afdeling-afdeling sebagai berikut :
- Nieuw Guinea Utara
- Teluk Geelvink
- Nieuw Guinea Selatan
- Nieuw Guinea Tengah – masih diatur dari Teluk Geelvink
- Nieuw Guinea Barat.
Pada1957 ada pemikiran untuk mengikutsertakan penduduk asli dalam pemerintahan setempat dengan cara pemilihan bertingkat dengan fase pertama membentuk dewan kampung dan selanjutnya bertingkat kepada dewan daerah. Namun kenyataannya, pemilihannya melalui penunjukan oleh Pemerintah Belanda sebagai cara untuk memaksakan terbentuknya dewan-dewan boneka, buatan Belanda.
Pada tahun 1960 timbul gagasan dari Pemerintah Belanda dalam bentuk politik penentuan nasib sendiri (self determination) bagi Irian Barat dengan waktu pelaksanaan dalam waktu 10 sampai 15 tahun ke depan baru dapat dilakukan di bawah pengawasan PBB. Gagasan tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan politik di Irian Barat yang menunjukkan mulai timbulnya gerakan nasionalisme Indonesia ditambah kegiatan-kegiatan Pemerintah RI dalam forum-forum internasional terhadap klaimnya atas irian Barat. Kondisi tersebut memaksa Belanda untuk merubah sikapnya untuk menyetujui pembentukan partai/organisasi dalam rangka membendung gerakan nasionalisme Indonesia serta sewaktu-waktu dapat dipakai sebagai alat menghadapi Indonesia. Selanjutnya, segera diusahakan pembentukan ”Dewan Nieuw Guinea” oleh Pemerintah Belanda, di mana anggotanya dipilih oleh Pemerintah Belanda dan sebagian besar terdiri dari orang Belanda. Dewan Nieuw Guinea dilantik pada tanggal 5 April 1961 di Hollandia, beranggotakan 27 orang dan diketuai oleh orang Belanda yang diangkat juga sebagai Staf Gubernuran. Untuk memenuhi syarat-syarat demokrasi ala Belanda akan ditunjuk pula orang-orang yang akan memegang peranan sebagai ”oposisi”. Tugas Dewan Nieuw Guinea adalah :
- Mengemukakan kepentingan-kepentingan Nederlands Nieuw Guinea kepada Pemerintah Belanda di Irian Barat
- Untuk mendapatkan penjelasan terhadap sesuatu hal dapat mengundang Gubernur dalam sidang
- Memberikan nasehat kepada pemerintah tentang sesuatu rencana Undang-undang.
Semangat perjuangan pro RI dan gerakan-gerakan kemerdekaan RI di Tanah Papua diakui oleh Belanda telah lama ada di Tanah Papua. Beberapa fakta yang dapat dikemukakan adalah sebagai berikut :
1. Penuturan petugas Belanda yang telah kembali ke negerinya menyebutkan tentang kesibukan aparat keamanan dan tentara Belanda di Tanah Papua setiap menghadapi momen 17 Agustus, hari Natal dan Tahun Baru, yang ditujukan terhadap kegiatan anasir-anasir yang dituduh pro RI dengan gerakan-gerakan pengibaran Bendera Marah Putih, penyobekan bendera Belanda menjadi Merah Putih.
2. Terjadinya perlawanan bersenjata seperti di Wamena (lembah Baliem), Merauke dan Hollandia.
3. Timbulnya perkelahian yang disebabkan pro dan anti RI antara kelompok-kelompok atau perorangan.
4. Di beberapa daerah, seperti di Yapen/Serui dikenal sebagai tempat-tempat kelompok pro RI
5. Munculnya organisasi perjuangan untuk melepaskan diri dari penjajah Belanda di seluruh Tanah Papua, sekalipun dengan kegiatan-kegiatan yang tersembunyi.
Dalam menghadapi perkembangan situasi di PBB pada tahun 1961 maka Belanda melancarkan suatu strategi baru dengan cara menyampaikan gagasan untuk mempercepat penentuan nasib sendiri bagi rakyat Irian Barat yang diusulkan untuk dilaksanakan pada tahun 1961 itu juga. Oleh karena itu dibentuklah Komite Nasional Papua, Oktober 1961, dengan tidak melalui sidang Dewan Nieuw Guinea namun tetap memperoleh persetujuan dari Dewan tersebut. Anggota Komisi Nasional Papua terdiri dari anggota-anggota Dewan yang pro Belanda ditambah dengan anggota-anggota baru yang diseleksi oleh Pemerintah Belanda sejumlah 80 orang. Dengan rekayasa dari Pemerintah Belanda, Komite Nasional Papua menyampaikan manifestonya kepada Dewan Nieuw Guinea yagn berisi :
1. Penentuan Bendera Papua
2. Lagu Kebangsaan Papua
3. Mengganti nama West Nieuw Guinea menjadi Papua Barat
4. Nama bangsa ialah Papua
5. Mengusulkan Bendera Papua dikibarkan tanggal 1-11-1961.
Melalui rekayasa dan tekanan dari Pemerintah Belanda, Sidang Nieuw Guinea menyetujui manifesto Komite Nasional Papua, kecuali pengibaran Bendera Papua tanggal 1-11-1961 dan menunggu keputusan Negeri Belanda yang akhirnya menentukan pengibaran Bendera Papua dilakukan tanggal 1-12-1961.
Sumber :
1. DR. Ir. W.C. Klein, Nieuw Guinea 1954
2. Kementerian Dalam Negeri Belanda, Rapport Nederlands Nieuw Guinea 1960
3. Militaire Topographiesche Dienst, Verslag Militaire Exploratie van Nederlands Nieuw Guinea 1907 – 1915
4. Majalah Nieuw Guinea studien 1960
5. Majalah Nederlands Nieuw Guinea 1960
6. Majalah Tijdschrift Nieuw Guinea 1952 – 1954.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar